ALIRAN
– ALIRAN FILSAFAT DAN TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
Dosen
Pengampu
Drs.
Bahudji, M.Ag.
Disusun
Oleh:
1. Andri Prasetyo (1501010241)
2. Ardi Kiswmawan (1501010244)
3. Lailatul Khasanah (1501010268)
4. Filma Eka Santika (1501010009)
Jurusan : Tarbiyah
Prodi : PAI
Kelas : A
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam filsafat di masa
sekarang ini telah berkembang pesat. Mulai dari segi pendidikan hingga hidup
bermasyarakat. Dengan adanya berbagai pemikiran, hingga terbentuklah berbagai
macam aliran. Adapun pengertian filsafat itu sendiri yaitu kata falsafah atau
filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani;
philosophia. Kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia
= persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Dalam bahasa
Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”. Dengan demikian segala sesuatu yang ada
di alam semesta ini dapat di jadikan sebagai bahan pemikiran dimana saja dan
kapan saja tanpa dibatai ruang dan waktu. Adanya filsafat pendidikan islam bermaksud
untuk mengkaji pemikiran global berdasarkan asas dan nilai norma agama islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aliran perenialisme, aliran progresivisme, aliran esensialisme,
aliran eksistensialisme, dan aliran rekontruksionalisme?
2. Bagaimanakah ciri-ciri aliran perenialisme, aliran progresivisme,
aliran esensialisme, aliran eksistensialisme, dan aliran rekontruksionalisme?
3. Siapa sajakah tokoh yang berperan dalam aliran perenialisme, aliran
progresivisme, aliran esensialisme, aliran eksistensialisme, dan aliran
rekontruksionalisme?
4. Bagaimanakah pandangan aliran tersebut dan penerapannya di bidang
pendidikan?
5. Bagaimanakah pandangan filsafat pendidikan islam mengenai
aliran-aliran tersebut?
C.
Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian aliran perenialisme, aliran progresivisme,
aliran esensialisme, aliran eksistensialisme, dan aliran rekontruksionalisme.
2. Menjelaskan ciri-ciri aliran perenialisme, aliran progresivisme,
aliran esensialisme, aliran eksistensialisme, dan aliran rekontruksionalisme.
3. Memaparkan tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran perenialisme,
aliran progresivisme, aliran esensialisme, aliran eksistensialisme, dan aliran
rekontruksionalisme.
4. Menjelaskan pandangan aliran tersebut dan penerapannya di bidang
pendidikan.
5. Menjelaskan pandangan filsafat pendidikan islam mengenai aliran
tersebut.
6. Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Pendidikan Filsafat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ALIRAN PROGRESIVISME
Aliran progresivisme mengakui dan
berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam
kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus
praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme
dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk
mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran
tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen yang merupakan untuk
menguji kebenaran suatu teori. Progressivisme dinamakan environmentalisme
karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan
kepribadian.
Aliran progresivisme memiliki
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: Ilmu Hayat, bahwa manusia
untuk mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi yaitu bahwa manusia
mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru.
Psikologi yaitu manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan
pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.
B.
Ciri – Ciri Aliran Progresivisme
Pendidikan dianggap mampu merubah
dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia bagi masa
depan. Percaya bahwa manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan untuk
menghadapi dunia dengan skill dan kekuatan mandiri.
Progress yang menjadi inti
perhatiannya, maka ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan dipandang
merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan, yaitu ilmu hayat, antropologi,
psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme adalah satu filsafat
transisi antara dua konfigurasi kebudayaan yang besar. Progresivisme adalah
rasionalisasi mayor daripada suatu kebudayaan yakni (1) perubahan yang cepat
dari pola-pola kebudayaan Barat yang diwarisi dan dicapai dari masa ke masa,
(2) perubahan yang cepat menuju pola-pola kebudayaan baru yang sedang dalam
proses pembinaan untuk masa depan.
Progresivisme sebagai ajaran
filsafat merupakan watak yang dapat digolongkan ke (1) negative and diagnostic
yakni bersikap anti terhadap otoritarialisme dan absolutisme dalam segala
bentuk, seperti agama, moral, sosial, politik dan ilmu pengetahuan, (2) positive
and remedial yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manusia
sebagai subyek yang memiliki potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regenarative
(diperbaharui sendiri) untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidup.
C.
Tokoh-Tokoh Aliran Progresivisme
1.
William
James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
William James,
seorang psychologist dan seorang filosuf Amerika yang sangat terkenal. Paham
dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara
Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal dikalangan umum
Amerika sebagai penulis yang sangat brilian, dosen serta penceramah di bidang
filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme.
James
berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari
mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku.
2.
John
Dewey (1859 - 1952)
John Dewey
adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori
Dewey tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada anak
didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child
Centered Curiculum”, dan “Child Centered School”. Progresivisme mempersiapkan
anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, bahwa pendidikan adalah
proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang.
Menurutnya,
tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak
mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam
bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala
pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna.
untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa
kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
D.
Pandangan Aliran Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Aliran filsafat progresivisme telah
memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana
telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak
didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat
oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat
progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan
otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai
pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya
kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Adapun filsafat progresivisme memandang
tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang
sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan
berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari
kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu.
Untuk itu pendidikan sebagai alat
untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan
situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak
dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak
didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, insiatif,
adaptif dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya.
E.
Tinjauan Pendidikan Islam Tentang Aliran Progresivisme
Filsafat pregresivisme mempunyai
konsep bahwa manusia atau peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai
potensi yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain.
Filsafat pendidikan mengakui bahwa peserta didik meman memiliki potensi akal
yang dapat di kembangkan dan mengakui pula individu atau peserta didik pada
dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis. Menurut hasan
langgulung potensi manusia itu sebanyak sifat- sifat tuhan seperti yang
terkandung di dalam asmaul husna.
Progresivisme menurut pemikiran John
Dewey (salah seorang pelopor pregresivisme) tidak mengakui atau menghilangkan
nilai-nilai absolutseperti yang didapat dalam agama, progresivisme hanya
mengakui nilai –nilai cultural relativisme menjadi dasar pegangan dalam proses
kependidikan. Sedangkan dalam dalam pendidikan islam proses pendidikan
didasarkan kepada nilai- nilai absolut yang dapat membimbing
pikiran,kecerdasan, dan kemampuan dasar untuk berkembang dan tumbuh.
F.
ALIRAN ESENSIALISME
Aliran Filsafat Esensialisme adalah
suatu aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan
lama. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah banyak memperbuat
kebaikan-kebaikan untuk umat manusia. Yang mereka maksud dengan kebudayaan lama
itu adalah yang telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama-tama dahulu.
Akan tetapi yang paling mereka pedomani adalah peradaban semenjak zaman
Renaissance, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke
14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya
usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta
kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance
itu merupakan reaksi terhadap tradisi dan sebagai puncak timbulnya
individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas
manusia. Sumber utama dari kebudayaan itu terletak dalam ajaran para ahli
filsafat, ahli-ahli pengetahuan yang telah mewariskan kepada umat manusia
segala macam ilmu pengetahuan yang telah mampu menembus lipatan qurun dan waktu
dan yang telah banyak menimbulkan kreasi - kreasi bermanfaat sepanjang sejarah
umat manusia.
Esensialisme modern dalam pendidikan
adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari
gerakan progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/
sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama
beratus-ratus tahun, dan didalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu.
Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”, Pendidikan
Sebagai Pemelihara Kebudayaan. Karena ini maka aliran Esensialisme dianggap
para ahli “Conservative Road to Culture” yakni aliran ini ingin kembali
kekebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya
bagi kehidupan manusia. Esensialisme percaya bahwa pendidikan itu harus
didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban
umat manusia. Karena itu esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama
sehinga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
G.
Ciri - Ciri Aliran Esensialisme
Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh
William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1.
Minat-minat
yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang
memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2.
Pengawasan
pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita
yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3.
Oleh
karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
4.
Esensialisme
menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
H.
Tokoh – Tokoh Aliran Esensialisme
1.
Johan
Frieddrich Herbart (1776-1841)
Ia berpendapat
bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan
Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai
tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.
2.
William
T. Harris (1835-1909)
Tugas
pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak
terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang
memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian
orang pada masyarakat.
3.
Georg
Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm
Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan
agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah
penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori
sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh
hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah
manifestasi dari berpikirnya Tuhan.
I.
Pandangan Aliran Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Pandangan mengenai pendidikan yang
diutarakan disini bersifat umum, simplikatif dan selektif, dengan maksud agar
semata-mata dpat memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari
esensialisme. Disamping itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis
mempunyai faham esensialistis yang sistematis, maka uraian ini bersifat
eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya
tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana
dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad pertengahan.
Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang
mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada
sejak zaman Renaisans.
J.
Tinjauan Pendidikan Islam Tentang Aliran Esensialisme
Dasar dan tujuan filsafat pendidikan
Islam pada hakikatnya identik dengan dasar tujuan ajaran Islam itu sendiri,
keduanya berasal dari sumber yang sama, Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah.[1]Menurut Al-Syaibani, filsafat pendidikan Islam sebagaimana filsafat
pendidikan umum, merupakan pedoman bagi perancang dan orang-orang yang bekerja
dalam bidang pendidikan dan pengajaran Islam. Filsafat pendidikan Islam pada
hakikatnya merupakan landasan dasar bagi penyusunan suatu sistem pendidikan
Islam. Pemikiran-pemikiran filsafat pendidikan Islam menjadi pola dasar bagi
para ahli pendidikan Islam mengenai bagaimana sistem pendidikan Islam yang
dikehendaki dan sesuai dengan konsep ajaran Islam yang berhubungan dengan
pendidikan.[2]
K.
ALIRAN PERENIALISME
Perenialisme diambil dari kata
perennial, yang diartikan sebagai continuing throughout the whole yearatau lasting
for a very long time, yang bermakna abadi atau kekal. Dari makna tersebut
mempunyai maksud bahwa Perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi
(Khobir, 2009:62). Perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan regressive
road to culture, yaitu jalan kembali atau mundur kepada kebudayaan lama (masa
lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan telah teruji ketangguhannya.
Disinilah pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam rangka mengembalikan
keadaan manusia modern kepada kebudayaan masa lampau yang ideal tersebut.
Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20. Perenialisme lahir dari suatu
reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialis menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.
Solusi yang ditawarkan kaum
perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang dengan menggunakan kembali
nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan. Peradaban – kuno (Yunani
Purba) dan abad pertengahan dianggap sebagai dasar budaya bangsa-bangsa di
dunia dari masa ke masa dari abad keabad (Sa’dullah, 2009:151).
L.
Ciri – Ciri Aliran Perenialisme
Perenialisme mempunyai ciri-ciri
tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah Uyoh,2004:23) :
- Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas Aquines.
- Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu.
- Nilai bersifat tak berubah dan universal.
- Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
M.
Tokoh-Tokoh Aliran Perenialisme
1.
Plato
(427-347 SM)
Plato
(427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian,
yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme
adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian
dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing
individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak
berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia
sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato,
“dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan,
dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang
mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran,
pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya
itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali
oleh manusia.
2.
Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles
(384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap
filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism
(realism klasik). Cara berfikir Aristoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang
menekankan berfikir rasional spekulatif. Aristoteles mengambil cara berfikir
rasional empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas,
yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
N.
Pandangan Aliran Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Pendidikan menurut filsafat
ini mesti membangun sejumlah mata pelajaran yang umum, bukan spesialis, liberal
bukan vokasionalis, yang humanistik bukan teknikal. Dengan cara inilah
pendidikan akan memenuhi fungsi humanistiknya, yakni pembelajaran secara umum
yang mesti dimiliki oleh manusia (Alwasilah, 2008:104). Sebagai filsafat
pendidikan umumnya, filsafat pendidikan Perenialisme juga mempengaruhi
sekolah-sekolah modern sekarang, dimana pandangan-pandangan kurikulumnya mempengaruhi
praktik pendidikan.
O.
Tinjauan Pendidikan Islam Tentang Aliran Perenialisme
Perenialis dalam konteks pendidikan
dibangun atas dasar satu keyakinan ontologisnya bahwa batang tubuh pengetahuan
yang berlangsung dalam ruang dan waktu ini mestilah terbentuk melalui dasar -
dasar pendidikan yang diterima dalam kesejahteraannya. Reobert M Hutchins,
salah seorang perenial menyimpulkan bahwa tugas pokok pendidikan salah
pengganjaran.pengajaran menunjukkan pengetahuan, sedangkan pengetesan itu
sendiri adalah kebenaran. Prinsip dasar
pendidikan bagi perenialis adalah membantu peserta didik menemukan dan
menginternalisasikan kebenaran abadi, kerena memang kebenarannya mengandung
sifat universal dan tetap. Dalam filsafat pendidikan islam kebenaran abadi
tidak hanya diperoleh melalui latihan intelektual, tetapi juga bahkan yang
lebih penting adalah intituisi atau qalb atau zhaung.
Aliran ini meyakini bahwa pendidikan
adalah transfer ilmu pengetahuan tentang kebenaran abadi. Filsafat pendidikan
islam memandang bahwa suatu kebenaran yang hakiki dan abadi datangnya dari
Allah. Dalam Filsafat pendidikan islam peserta didik hendaknya dapat
menyesuaikan diri bukan pada kebenaran dunia saja, tetapi hendaknya pada
kebenaran yang hakiki dan abadi yang datang dari Allah SWT. Dalam rangka mencapai efisiensi pembelajaran
pendidik harus memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sayyid
husen Nasr, Filosof islam kontemporer yang mengatakan bahwa manusia memiliki
fitrah yang sama yang berpangkal pada sal kejadianya yang fitri yang
berkonsekuensi pada watak kesucian dan kebaikan, sifatnya tidak berubah karena
prinsip-prinsipnya mengandung kontinuitas dalam setiap ruang dan waktu. Menurut ajaran islam setiap pribadi manusia
dilahirkan membawa fitrah islamiah yang dapat dikembangkan ke arah perkembangan
yang bercorak islamiah pula.
Perenialisme lebih cenderung pada
subjek centered dam kurikulum maupun dalam metode dan pendekatan yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Program pendidikan yang ideal menurut perenialisme
adalah berorientasi pada potensi dasar agar kebutuhan yang ada pada setiap
lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Pola dan corak pendidikan yang sama dapat
diterapkan kepada setiap manusia dimanapun dan kapanpun. Pendidikan islam
mengakui adanya potensi dasar yang dimiliki manusia semenjak di lahirkan yang
dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Perbedaanya terletak pada nilai
nilai yang mendasarinya. Islam menghendaki agar perkembangan pribadi manusia
melalui proses pendidikan itu dijiwai oleh nilai ketuhanan, yang sifatnya
absolut sedangkan perenialisme dijiwai oleh nilai - nilai yang berkembang dalam
sejarah kemanusiaan yang kebenaran tidak seabsolut nilai - nilai lahirilah
(kebutuhan).
P.
ALIRAN REKONSTRUKSIONALISME
Kata rekonstruksionalisme berasal
dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam
konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu
aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionalisme pada
prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis
kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang
bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu
oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang
dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran
perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan
yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.
Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal.
Sementara itu, aliran rekonstruksionalisme menempuhnya dengan jalan berupaya
membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan
tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionalisme
berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses
dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionalisme perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk
tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.
Dengan singkat dapat dikemukakan
bahwa aliran rekonstruksionalisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia
dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari
kedaulatan dan otoritas internasional.
Q.
Tokoh - Tokoh Aliran Rekonstruksionalisme
1.
Goerge
Count dan Harold Rugg
Mereka
bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas dan
adil. Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif
Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran Rekonstruksionalisme memiliki
landasan filsafat pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi
pemikiran Theodore Brameld, khususnya dengan beberapa karya filsafat
pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward
recunstucted Philosophy of Education (1956), dan Education of power (1965).
R.
Ciri – Ciri Aliran Rekonstruksionalisme
1.
Memberikan
kesempatan pendidkan yang sama kepada setiap anak, tanpa membedakan ras,
kepercayaan atau latarbelakang ekonomi
2.
Memberikan
pendidkan tinggi
3.
Memuat
sekolah-sekolah menjadi peranan sangat penting sebagai satu bagian dari
kehidupan nasional kita yang akan menarik karena para gurunya adalah laki-laku
dan perempuan dari zaman kita yang sangat bersemangat
4.
Menyusun
sebuah program pemuda untuk anak-anak muda berusia 17 sampai dengan 23 tahun
untuk membawa mereka dan sekolah aktif menuju pada berpartisifasi dalam
masyarakat orang dewasa
5.
Mengusahakan
penggunaan penuh dari perlengkapan sekolah dalam waktu di luar sekolah untuk
pertemuan-pertemuan pemuda, kegiatan-kegiatan masayrakat, pendidikan orang
dewasa
6.
Bekerja
sama penuh dengan semua lembaga masyakat dan lembaga sosial menuju sebuah
masyarakat demokratis yang sesungguhnya
7.
Terus
memperluas penelitian dan eksperimentasi pendidikan
8.
Mengajak
pemimpin masyarakat untuk menjadikan pendidkan sebagai bagian dari masyarakat
dan masyarakat menjadi bagian dari sekolah
S.
Pandangan Aliran Rekonstruksionalisme dan Penerapannya di Bidang
Pendidikan
Filsafat bagi pendidikan adalah
teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang
berusaha memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk mengisi format
kebudayaan bangsa yang didinginkan dan diwariskan.Aliran rekonstruksionalisme
adalah sepaham dengan aliran perenialisme dalam tindakan mengatasi kririsis
kehidupan moderen.
Aliran rekonstruksionalisme
berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia
atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang
sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan
norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang,
sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki
persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur,
diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh
golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi
mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi
teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran
serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan,
nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan. Pada prinsipnya,
aliran rekonstruksionalisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran
ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal
sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki
ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan
keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya
pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip
dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap
oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan
adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah
kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima.
Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa
gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
T.
Tinjauan Pendidikan Islam Tentang Aliran Rekonstruksionalisme
Dalam filsafat modern dikenal
beberapa aliran-aliran diantaranya aliran rekontrusionisme di zaman modern ini
banyak menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan manusia terutama dalam
bidang pendidikan dimana keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Untuk mengatasi krisis kehidupan
modern tersebut aliran rekonstrusionisme menempuhnya dengan jalan berupaya
membina konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi
dalam kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pada aliran
rekonstruksionisme ini, peradaban manusia masa depan sangat di tekankan. di
samping itu aliran rekonstruksionisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sebagainya. Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah
rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal,
mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai
seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan juga sebagai Khalifatu fil ardh
(pemelihara) pada alam semesta ini. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan
adalah mempersiapkan generasi penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan
keahliannya (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk
terjun ke tengah lingkungan masyarakat. Dalam lintasan sejarah peradaban Islam,
peran pendidikan ini benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan
tepatnya pada zaman kejayaan Islam, yang mana itu semua adalah sebuah proses
dari sekian lama kaum muslimin berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu ke-Islaman
yang bersumber dari Quran dan Sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, di mana
pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam
menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah
Arab, Afrika, Asia Barat hingga Eropa timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma
pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan.
Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa ke-emasan sepanjang abad
pertengahan, di mana kebudayaan dan peradaban Islam berhasil memberikan
Iluminatif (pencerahan) jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan Eropa Timur, hal
ini merupakan bukti sejarah yang tidak terbantahkan bahwa peradaban Islam tidak
dapat lepas dari peran serta adanya sistem pendidikan yang berbasis Kurikulum
Samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan
yang sangat mendalam tentang dikotomi ilmu agama dengan ilmu umum. Kita
mengenal dan meyakini adanya sistem pendidikan agama dalam hal ini pendidikan
Islam dan sistem pendidikan umum. Kedua sistem tersebut lebih dikenal dengan
pendidikan tradisional untuk yang pertama dan pendidikan modern untuk yang
kedua. Seiring dengan itu berbagai istilah yang kurang sedap pun hadir ke
permukaan, misalnya, adanya fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan
sekolah umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama
berjalan tanpa dukungan IPTEK, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa
sentuhan agama.
Usaha untuk mencari paradigma baru
pendidikan Islam tidak akan pernah berhenti sesuai dengan zaman yang terus
berubah dan berkembang. Meskipun demikian tidak berarti bahwa pemikiran untuk
mencari paradigma baru pendidikan itu bersifat reaktif dan defensive, yaitu
menjawab dan membela kebenaran setelah adanya tantangan. Upaya mencari
paradigma baru, selain harus mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai
dasar dan strategis yang produktif dan antisipat.
U.
ALIRAN EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme berasal dari
pemikiran Soren Kier Kegard (Denmark:1813-1855). Inti masalahnya ialah:
Apa itu kehidupan manusia? Apa tujuan dari kegiatan manusia? Bagaimana kita
menyatakan keberadaban manusia? Pokok pemikirannya dicurahkan kepada pemecahan
yang konkret terhadap persoalan arti “berada” mengenai manusia. Tokoh-tokoh
lainnya yang kita kenal diantaranya: Martin Buber, Martin Heideger, Jean
Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marcell, Paul Tillich. Tulisan-tulisan Jean
Paul Satre (1905-1980), filosof Prancis terkenal, penulis, dan penulis
naskah drama, menjadi yang paling bertanggung jawab untuk penyebaran
gagasan-gagasan eksistensialisme yang luas. Menurut Satre (Parkay,
1998), setiap individu terlebih dahulu hadir dan kemudian ia harus memutuskan
apa yang ada untuk dimaknai. Tugas menentukan makna keberadaan/eksistensi ada
pada individu seseorang: tidak ada system keyakinan filosofis yang dirumuskan
sebelumnya dapat mengatakan pada seseorang siapa orang itu. Ini sampai
masing-masing dari kita memutuskan siapa kita adanya. Selanjutnya menurut Satre,
“Eksistensi mendahului esensi. Terlebih dahulu, manusia ada, hadir, muncul di
panggung, dan hanya setelah itu menentukan dirinya sendiri.
V.
Ciri – Ciri Aliran Eksistensialisme
Mengidentifikasi ciri Aliran Eksistensialisme sebagai berikut :
1.
Eksistensialisme
adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat modern,
khususnya terhadap idealisme Hegel.
2.
Eksistensialisme
adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep, filsafat
akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
3.
Eksistensialisme
juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian)
dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
4.
Eksistensialisme
merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter (pemerinahan yang menindas
hak pribadi dan mengawasi segala aspek kehidupan), baik gerakan fasis (golongan
yang menganjurkan pemerintahan otoriter/sewenang),komunis (menghilangkan hak,
dan dalam aturan negara atau atasan) , yang cenderung menghancurkan atau
menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
W.
Tokoh - Tokoh Aliran Eksistensialisme
1.
Soren
Aabye Kiekeegaard
Inti
pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu
kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan
atau apa yang ia anggap kemungkinan.
2.
Friedrich
Nietzsche
Menurutnya
manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk
berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia
super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan
kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita
orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
3.
Karl
Jaspers
Memandang filsafat
bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya
ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta
mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya
sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
4.
Martin
Heidegger
Inti
pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala
sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri,
dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan
manusia karena itu benda benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia
pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
5.
Jean
Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia,
manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur
dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada
dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri
X.
Pandangan Aliran Eksistensialisme dan Penerapannya di Bidang
Pendidikan
Eksistensialisme sebagai filsafat
sangat menekankan individulitas dan pemenuhan diri secara pribadi. Setiap
individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia
bertanggungjawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, Sikun
Pribadi (1671) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan sangat erat
dengan pendidikan karena keduanya bersinggungan satu sama lain pada
masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia,
hakikat kepribadian, dan kebebasan (kemerdekaan). Pusat pembicaraan
eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya
dilakukan oleh manusia.
Kehidupan ini penuh dengan berbagai
pelaksanaan kebiasaan dan pengulangan kegiatan secara rutin dari hari ke hari
yang berlangsung tertib. Di dalam kebiasaan dan kegiatan yang dilakukan secara
rutin itu, terdapat nilai-nilai atau norma-norma yang menjaditolak ukur tentang
benar tidaknya sesuatu yang dilakukan oleh seseorang. Norma-norma itu terhimpun
menjadi aturan yang harus dipatuhi, karena setiap penyimpangan atau
pelanggaran, akan menimbulkan keresahan, keburukan dan kehidupan pun
berlangsung tidak efektif atau bahkan tidak efisien. Dengan demikian berarti
manusia dituntut untuk mematuhi berbagai ketentuan atau harus hidup secara berdisiplin,
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakatnya.
Hakekat pendidikan menurut
eksistensialisme dalam pendidikan adalah menghendaki agar pendidikan selalu
melibatkan peserta didik dalam mencari pilihan-pilihan untuk memenuhi
kebutuhannya masing-masing dan menemukan jati dirinya, karena masing-masing
individu adalah makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas diri dan nasibnya
sendiri.lalu metode yang digunakannya adalah untuk mendorong siswa mengikuti
proyek-proyek yang membantu mereka untuk mengembangkan keterampilan dan
pengetahuan yang di perlukan.
Eksistensialisme berpendapat bahwa
pelajar adalah individu yang dapat mengembangkan potensinya masing-masing untuk
mencapai jati dirinya. Sedangkan pengajar adalah pembimbing dan stimulator berfikir
reflektif melalui panggilan pertanyaan-pertanyaan, bukan memberi intruksi,
memiliki kejuruan ilmiah, integritas, dan kreatifitas serta figure yang tidak
mencampuri perkembangan minat dan bakat siswa.
Y.
Tinjauan Pendidikan Islam Tentang Aliran Eksisitensialisme
Dalam bidang pendidikan, aliran
eksisitensialisme menekankan agar masing – masing individu diberi kebebasan
mengembangankan potesinya secara maksimal, tanpa batas (mutlak). Akibatnya
kebebasan mutlak dapat menghilangkan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dan
pengatur kebebasan. Pada hahikatnya manusia dilahirkan sebagai seorang muslim
yang segala gerak dan prilakunya cenderug berserah diri kepada Khaliknya. Manusia
juga perlu meminta pertolongan pada kekuasaaan tertinggi (Allah).
Firman Allah SWT. “kepada-Mu aku
menyembah dan kepada-Mu aku minta pertolongan” QS. Al-Fatihah : 4
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam
ilmu filsafat terdapat berbagai macam aliran yang memiliki pandangan yang
berbeda, diantaranya yaitu, Aliran progresivisme yang beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, untuk
mengembangkan kepribadian manusia. Aliran esensialisme
yang beranggapan
bahwa kebudayaan lama itu telah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat
manusia.
Aliran perenialisme yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang
bersifat kekal dan abadi untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian
manusia.
Aliran rekontruksionalisme yang merupakan suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran eksistensialisme yang menjadikan manusia sebagai fokus pemikiran.
Menurut para filsuf islam bahwa semua pemikiran universal harus berasaskan
pedoman Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, dkk, Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Angkasa, 1995)
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Askara, 1994)
Abdul Khobir.
2009. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN
Press.
Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat:
Bahasa Dan Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Jalaluddin dan Abdullah Idi.
2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Uyoh, Sadullah.
2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al Fabeta.
H.B. Hamdani Ali, M.A.M.Ed.1986. Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
Redja Mudyahardjo. 2001. Pengantar
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Mohammad Noor Syam. 1986. Fisafat
Pendidikan Islam. Surabaya: Usaha Nasional
Dra. Zuhairini, dkk.1994. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Prof. Imam Barnadib, M. A. Ph. D.
1990.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset